Kabarreskrim.net // Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum bisa mengawasi sepenuhnya penyaluran gas elpiji 3 kg ke masyarakat. Hal itu dikarenakan, data jumlah penggunaan gas elpiji tersebut tidak diberikan oleh pihak PT Pertamina.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Hari Nugroho menyampaikan, selama ini DKI hanya mengajukan kebutuhan gas melon ke BP Migas berdasarkan asumsi. Adapun kuota LPG 3 kg di Jakarta pada 2025 yang telah disetujui adalah 407.555 metric ton (MT) dari permintaan kuota sekitar 433.000 MT.
“Selama ini Pertamina, kita itu hanya asumsi. Saya kemarin, saya meminta 433.000 MT, itu asumsi juga. Karena apa? Data real yang kita minta ke Pertamina sampai saat ini kita tidak dikasih,” kata Hari dalam rapat Komisi B DPRD DKI, Selasa, 11 Februari 2025.
Hari mengungkapkan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Nomor 38 Tahun 2019 mengatur bahwa gas elpiji 3 kg diperuntukkan bagi rumah tangga yang masih menggunakan minyak tanah dan tak memiliki kompor gas. Hingga saat ini, belum ada aturan secara detail sehingga warga dengan penghasilan rendah maupun yang tinggi, juga masih bisa menggunakan gas tersebut.
“Siapa sih yang berhak menerima elpiji 3 kg? Dijelaskan di sini, rumah tangga adalah konsumen yang mempunyai legalitas untuk menggunakan gas elpiji yang dulu menggunakan minyak tanah untuk memasak dan tidak mempunyai kompor gas untuk dialihkan menggunakan gas elpiji tabung 3 kg,” ujar Hari
“Sebenarnya kalau kita bicara aturan minyak tanah itu sudah rigid. Rumah tangga yang berapa berpenghasilan, apa-apa sudah jelas ada. Cuma dalam Perpres sendiri, hanya disebutkan (rumah tangga) nih berarti sudah ada peralihan (dari minyak tanah) yang menerima gas 3 kg atau tidak,” ujarnya.
Dengan aturan ini, pengawasan penyaluran subsidi sulit dilakukan. Oleh karena itu, Pemprov DKI berupaya agar Pertamina dapat memberikan data penyaluran gas elpiji 3 kg secara utuh sehingga Pemprov bisa ikut melakukan pengawasan agar subsidi menjadi tepat sasaran. (Siti Khotijah)