Imbas Efisiensi Okupansi Hotel Turun 30% Ketum Kadin Berharap Ekonomi Segera Membaik

banner 728x90

Kabareskrim.net // Jakarta

Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berdampak signifikan terhadap industri perhotelan di Indonesia. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur mencatat tingkat okupansi hotel turun hingga 30 persen akibat kebijakan tersebut. Ketua PHRI Jatim, Dwi Cahyono, mengungkapkan bahwa penurunan ini semakin terasa sejak awal tahun dan mulai berdampak lebih luas pada Februari 2025.

Bacaan Lainnya

“Ketika okupansi turun, kita kena biaya-biaya tinggi. Dampak yang paling maksimal nantinya ya ada PHK (pemutusan hubungan kerja),” kata Dwi saat dikonfirmasi, Rabu (12/2/2025).

Selain itu, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga terdampak karena menurunnya permintaan dari industri perhotelan dan restoran.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie, menanggapi keluhan ini dengan menyatakan bahwa efisiensi anggaran memang membawa konsekuensi bagi industri terkait. Namun, ia menilai kebijakan tersebut merupakan langkah pemerintah untuk memastikan penggunaan dana yang lebih tepat sasaran.

“Ya, itu efisiensi benar-benar suatu konsekuensi yang dirasakan teman-teman di perhotelan. Nah, akan tetapi saya merasa (efisiensi) bahwa itu bagian dari upaya pemerintah agar dana (anggaran) ditempatkan di tempat yang benar. Jadi, saya rasa itu memang konsekuensi yang mesti dihadapi,” ujar Anindya usai menghadiri Indonesia-Turkiye CEO Forum di Jakarta, Rabu (12/2/2025).

Ia pun mengakui bahwa banyak pengusaha perhotelan mengeluhkan dampak efisiensi ini.

“Tapi memang keluhan itu banyak, kasihan. Jadi, banyak tempat-tempat yang kosong. Saya rasa itu konsekuensi yang harus dihadapi dalam waktu pendek,” tambahnya.

Meski demikian, Anindya berharap kondisi ini tidak berlangsung lama sehingga anggaran pemerintah dapat kembali normal secara bertahap. Menurutnya, perbaikan ekonomi global akan berdampak positif bagi Indonesia dan memungkinkan pemulihan di sektor pariwisata.

“Tapi mudah-mudahan, setelah ekonomi bangkit lagi, ya kan, bukan ekonomi Indonesia saja, tapi ekonomi dunia, ya bujet itu bisa kembali lagi bertahap,” tegasnya.

“Ini kan karena satu, ekonomi belum pasti. Yang pasti adalah yang biaya. Jadi, biaya yang dijaga dulu, saya rasa wajar,” tuturnya.

Dwi Cahyono berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan efisiensi anggaran agar sektor perhotelan dan pariwisata tidak semakin terpuruk. Menurutnya, dampak kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh hotel dan restoran, tetapi juga oleh sektor MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition), yang mengalami penurunan aktivitas hingga 30 persen.

“Iya, MICE itu terdampak. Kami masih kumpulkan datanya, sementara ini tercatat ada 30 persen, tapi nanti kalau dikumpulkan bertambah,” kata Dwi.

Menjelang bulan Ramadhan, dampak efisiensi anggaran ini diperkirakan akan semakin terasa, terutama dengan berkurangnya pemesanan kamar hotel dan acara bisnis yang biasanya menjadi sumber pendapatan utama industri perhotelan. (Siti Khotijah)

Pos terkait

banner 728x90