Kabarreskrim.net || Cilacap
PERS merupakan Pilar lV Demokrasi, yang mempunyai peran “strategis” dalam mengisi dan mengawal perjalanan bangsa hingga NKRI berdiri kokoh seperti sekarang ini, melalui beragam pemberitaan yang “kritis, edukatif dan pro-aktif dalam berbagai perspektif, baik hukum, ekonomi, pemerintahan, sosial-budaya dan kemanusiaan.
Sebagai Pilar lV Demokrasi, maka sudah semestinya, seluruh insan PERS harus menyadari kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman dalam ke Bhinekaan serta norma dan etika yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga harus memiliki integritas moral yang didukung oleh kemampuan intelektual agar mampu menjalankan perannya dalam rangka memenuhi hak rakyat untuk mengetahui, menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM, melakukan kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum serta memperjuangkan kebenaran & keadilan.
Ironisnya, diduga akibat perbedaan persepsi yang dipicu oleh “EGO”, karena merasa paling hebat, paling pintar, paling kuat, sehingga belakangan ramai bahkan menjadi “konsumsi publik” telah diketahui terjadinya perang urat syarat antara ARD, pimred Realita News.com dengan ASP dari media KPK berikut dengan beberapa personil media yang lain, yang memaksa kita terpaksa harus mengelus dada.
Mereka saling menjatuhkan, saling serang, saling hujat lewat pemberitaan bahkan melakukan intimidasi melalui WA, hingga
ARD secara tegas berani menyatakan sikapnya, menantang perang dengan wartawan Cilacap, menyusul viralnya vidio menjijikan yang sangat tidak layak dilakukan oleh seorang wartawan, karena mengandung muatan “porgografi & porno-aksi”.
Terlebih aksi itu dilakukan oleh seseorang dengan jabatannya selaku Pimpinan Redaksi.
Dalam vidio yang berdurasi sekitar beberapa detik tersebut, terlihat jelas melalui “Vidio Call WhatsApp”, sang pimred sambil tiduran, mempertontonkan yang kemudian memegang kemaluannya, yang dilanjutkan, melakukan “ONANI”, dengan perempuan telanjang bulat tanpa busana yang menutupi tubuhnya, yang juga sedang melakukan hal yang sama, hingga kenikmatan semu begitu terlihat di wajahnya tatkala mencapai “Klimax” (sungguh menjijikan).
Ironisnya kemudian, pada 08 November 2024, ARD melaporkan HTW, MI dan Asp dengan dalih telah menyebarkan vidio tersebut ke beberapa orang yang merupakan temanya.
Padahal diketahui jika vidio tersebut sudah “viral” 4 bulan yang lalu sebelum terjadinya perbedaan persepsi yang menimbulkan huru-hara antar wartawan-lintas media.
“Vidio itu telah viral di “medsos” 4 bulan yang lalu sebelum terjadinya huru-hara ini, “kata mereka seraya menegaskan, “laporan pengaduannya ke Polresta Cilacap itu hanyalah sebagai dalih & alibi untuk menutupi kebusukannya.
Lebih lanjut, mereka yang dilaporkan menegaskan sikapnya jika tidak akan bergeming sedikitpun, apalagi sampai mundur selangkah, bahkan mendapat “support” dari sesama rekan media di Wilayah Kabupaten Cilacap untuk melanjutkan perjuangan melawan kedzaliman dan kesewenang-wenangan agar terlahir rasa keadilan dan sekaligus membersihkan profesi kewartawanan dari oknum dengan moralitasnya yang bejad, arogan dan menghalalkan segala cara demi menjaga “marwah “jurnalis” yang proporsional, profesional dan akuntabel.
Dijelaskanya, selama ini mereka mengetahui jika sebagai Pimred, ARD diduga telah berulang kali melakukan Penipuan, Pemerasan dan beragam tindak kriminal lain yang telah merugikan banyak orang.
“Mereka para korban selama ini diam, namun jangan salah, mereka terus memantau dan menunggu pertanggung jawabanya, “katanya seraya mengingatkan, “diam-nya para korban, lambat laun terakumulasi menjadi “bom waktu” yang tinggal menunggu pemantiknya untuk diledakan.
Tunggu dan buktikan saja, “pungkasnya.
Tak heran selama ini, sang pimred dianggap berlindung dibalik media yang dipimpinnya dan beberapa kolega yang diperolehnya semenjak menekuni dunia jurnalistik, yang kemudian memanfaatkan hubungan baiknya tersebut untuk memprovokasi, mengintervensi dan mengintimidasi siapapun demi memperoleh keuntungan pribadi dari sisi materi, meski disadarinya tindakannya tersebut terpaksa harus menginjak dan menggilas rasa keadilan orang lain
(Darmanto)